Hamil Ke Empat, Melahirkan Ke Tiga
Bismillaahirrahmaanirraahiim
Catatan ini dibuat supaya lebih menguatkan ingatan mbu akan segala pengetahuan atau pengalaman yang didapatkan.
Dimulai dari awal "kecurigaan" hamil lagi. :D
Yups,, kali ini mbu hamil yang ke-4, setelah sebelumnya melahirkan 2 jagoan yang maasyaaAllah walhamdulillah sehat dan pintar, lalu yang ketiga keguguran dan harus mengalami proses kuretase (ceritanya ada di artikel lain), dan sekarang ini sedang masa-masanya mual.
Kecurigaan hamil dimulai saat membesarnya payudara dan terasa linu karena ukuran yang berbeda. Saat itu terjadi pada masa liburan sekolah semester awal. Mbu tidak terlalu dipikirkan karena mungkin bisa jadi waktu menjelang datang bulan.
Tiga hari menjelang masuk sekolah, terasa sakit kepala yang luar biasa di bagian atas, sampai-sampai mbu minta ayah buat anterin ke dokter ( saking gak tau harus gimana lagi dan apa yang harus dilakukan). pulang dari dokter, diberikan obat-obatan maag. Seminggu setelah dari dokter, kondisi badan masih tidak normal. Mual makin menjadi seiring bertambah sensitif penciuman. Kecurigaan muncul karena sampai saat ini belum datang bulan. Akhirnya cek menggunakan test pack dan ternyata memang benar positif. Alhamdulillah.
Rasanya saat itu campur aduk karena memikirkan banyak hal karena anak sudah 2 masih kecil2 dan pun sedang dalam keadaan kerja. Pilihan satu2 nya adalah berhenti bekerja dan fokus pada kehamilan. Karena lagi2, masa awal kehamilan ini perjuangan. Indera penciuman menjadi sangat sangat tajam, perut mual, kepala pusing dan badan terasa dingin. Tidak enak makan dan sangat lemas. Yang bisa dilakukan hanya tiduran dan tidak banyak bergerak. karena sekalinya bergerak, mual itu akan datang bertubi-tubi. Perjuangan sekali untuk hanya melakukan wudhu ke kamar mandi. Pasti mual dan muntah karena mencium banyak hal terutama "sabun". Subhaanallah itu sabun menjadi barang yang sangat menakutkan saat hamil. Tidak ada toleransi sedikitpun dengan yang namanya sabun. Merek apapun itu. Rasanya jangan sampai ada yang namanya sabun di dunia ini, hahahaha....... saking horornya dengan bau sabun (padahal saat tidak hamil, sabun itu wangi dan mengasyikkan).
Semakin lama, kondisi badan semakin lemah. Ayahnya harus kerja dan mengurusi anak-anak juga termasuk "aku". Sedih sekali saat itu. Tak ingin rasanya menjadi "beban", namun apalah dayaku, saat itu tak bisa melakukan apa pun karena memang membawa diri saja rasanya sangat payah. Hanya berjalan untuk menuju toilet pun harus menutupi hidung dan menggigil kedinginan yang menimbulkan mual muntah, ah tidak jelas rasanya. Akhirnya, menjelang usia kehamilan 2 bulan, aku "menyerah" dengan keadaan dan kembali harus dibantu oleh keluarga. Mama, thank you so much.
Orang tua mengkhawatirkan keadaan cucu2nya yang saat itu masih usia balita. Kami terpaksa harus ldr bersama ayah dan aa ghaza yang saat itu masih sekolah TK. Qadarullah, setelah ldr sekitar 1 bulan, terjadi pandemi yang mengakibatkan pembelajaran dilakukan secara online. Akhirnya ayah yang harus bolak balik karena masih ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan.
Bagiku saat itu, pandemi membantu kami agar tidak terpisah jauh. Walaupun sangat disayangkan juga, efeknya sangat banyak untuk perkembangan anak-anak. Menjelang usia kehamilan 5 bulan, mamah mertua sakit keras, sampai ada kabar sudah tidak bisa mengingat apapun lagi. Dengan kondisi kehamilan yang semakin membaik karena sudah tidak beritu mual muntah, namun sudah bisa berjalan dan bergerak kesana kemari, akhirnya kami memutuskan untuk menjenguk mamah mertua walaupun kondisi masa pandemi masih meninggi. Namun kami tak ingin kehilangan apapun.
Kami pun mencoba dengan segala cara, dan alhamdulillah Allah memudahkan segala perjalanan kami hingga sampai ke tempat mamah. Rasanya campur aduk saat itu, karena melihat kondisi mamah mertua yang sudah tidak bisa bangun dan sadarkan diri. Seperti sedang tidur terus. Kami langsung membawanya ke rumah sakit karena tak ada yang bisa kami lakukan saat itu. Dengan perbanyak do'a kami melewati malam takbiran idul fitri di rumah sakit, hanya berdua dengan suami. Kami bergantian menunggu mamah di dalam ruangan IGD karena ruang rawat saat itu penuh dan sebagian besar peralatan digunakan untuk penderita Covid-19.
Pagi di hari lebaran, kami masih berada di rumah sakit. Saat itu hanya bisa video call dengan anak-anak dan semua saudara karena keadaan yang tidak memungkinkan untuk kumpul bersama keluarga. Padahal biasanya hari raya Idul Fitri paling ditunggu untuk bertemu dan bersua dengan saudara jauh yang jarang sekali bertemu. Qadarullah, Allah lebih menyayangi mamah mertua. Beliau sudah tidak merasakan lagi sakit di dunia ini. Semoga Allah menerima amal ibadahnya, menempatkannya dengan tempat terbaik dan melapangkan kuburnya.
Kondisi kehamilan yang masih 5 bulan dan harus mengurus ini itu sempat membuat drop hingga harus diurut. kalau basa sunda nya mah "disangsurkeun" karena posisi rahim turun ke bawah mengakibatkan sakit yang luar biasa saat berjalan. Setelah semua urusan selesai, kami kembali ke garut dan ayah harus kembali kerja. Saat itu, melihat suami yang sangat tegar dan kuat membuat hati ini melemah. Dia yang menjadi imam keluarga kecilku telah menunjukkan laki-laki yang mandiri.
Aku yang mellooowww ini diajarkan untuk tegar menghadapi segala permasalahan. Rasanya kami menikmati setiap perjalanan kehidupan ini bersama. Kesabarannya meluluhkanku. Dia banyak mengajarkanku arti kehidupan. Memandang sebuah kejadian dari kacamata lain. Meneguhkanku untuk senantiasa berserah diri pada-Nya.
Sampai akhirnya saat melahirkanpun tiba. Tidak seperti tanda kelahiran kakak2nya. Yang sekarang ini, ketuban pecah saat sedang tidur. Tepat jam 3 pagi, aku harus membangunkan orang rumah. Padahal saat itu, kondisi suami sedang kambuh sesak nafas. Tapi dengan sigap, dia mengantarkanku ke bidan, melawan rasa kantuk dan sesak yang dirasakannya. Sesampainya di bidan, kami diberikan pilihan yang cukup sulit karena kondisi kehamilan yang terlalu besar. Namun, dia masih terlihat tenang dan menemaniku yang sudah "pasrah". Apapun keadaannya, aku hanya bisa melakukan yang terbaik semampuku. Malahan kondisi bidannya yang terlihat panik menghadapi situasi kami. Dengan berbagai pertimbangan yang sudah dilakukan oleh bidan, akhirnya saya bisa melahirkan di tempat itu, tidak harus dirujuk ke rumah sakit. Dimana saat itu, rumah sakit menjadi tempat yang sangat dihindari karena penyebaran Covid-19.
Alhamdulillah tidak lama dari kedatangan ke bidan, lahirlah seorang anak yang ternyata jenis kelaminnya perempuan. Mungkin sekitar 4 jam, kontraksi yang dirasakan saya saat itu. Sangat cepat dan bisa lahir normal tanpa jahitan walaupun badan anak sangat besar. Yang saya rasakan saat itu adalah posisi saat mengejan. Jika kelahiran2 sebelumnya selalu dijahit, saat itu tidak ada jahitan sama sekali. Yang dilakukan saat mengejna adalah posisi bokong yang benar-benar harus menempel ke matras, atur nafas dan nikmati pergerakan bayi jadi tidak seperti dipaksa keluar sehingga proses mengejan tidak payah karena beriringan dengan pergerakan bayi. Namun memang itu tidak mudah, kesadaran dan perasaan serta harus kuat merasakan sakit menjadi satu. Alhamdulillaah semuanya dilancarkan dan dimudahkan oleh Allah.
#celotehanmbughaza
#ceritakehamilankeempat
#ceritakehamilan
#ceritahamil
#ceritamelahirkan
#pengalamanmelahirkanbayibesar
Comments
Post a Comment